Mengenai Saya

saya putri sulung dari empat bersaudara dan merupakan putri satu-satunya.

Selasa, 07 Desember 2010

Kisah Maryam binti Imran

Maryam Binti Imran
Posted on 21 May 2008 by admin

Maryam yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari Imran seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra’il. Ibunya saudara ipar dari Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan keluarga. Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu menggandung bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari ingatannya.

Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengaruniainya dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.

Harapan isteri Imran yang dibulatkan kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima permohonannya dan mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya bahwa dari suami isteri Imran akan diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imran menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan cemerlang.

Akan tetapi sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi: “Manusia merancang, Tuhan menentukan.” Imran yang sangat dicintai dan sayangi oleh isterinya dan diharapkan akan menerima putera pertamanya serta mendampinginya dikala ia melahirkan, tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra’il dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil tua, pada saat mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri menjadi makin mesra.

Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa isteri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala persiapan untuk menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan dan bernadzar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: “Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.”

Demikianlah maka tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan karena tidak ada yang mau mengalah, maka terpaksalah diundi diantara mereka yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh Allah kepada ibunya.

Tindakan pertama yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan dari jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah kamar diatas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai melainkan dengan menggunakan sebuah tangga.Zakarian merasa bangga dan bahagia beruntung memenangkan undian memperolehi tugas mengawasi dan memelihara Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.

Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudara isterinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.

Pada suatu hari tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: “Wahai Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini.”

Maryam menjawab: “Inilah pemberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang tidak ternilai besarnya?”
Demikianlah Allah telah memberikan tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan seorang nabi besar yang bernama Isa AS

Kisah lahirnya Maryam dan pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42 hingga 44.

Kisah Asiyah istri Fir'aun

Asiyah, Keimanan Istri Fir'aun PDF Cetak E-mail

Asiyah binti Muzahim merupakan salah satu diantara wanita-wanita pilihan yang pernah terukir dalam bingkai sejarah. Dia istri Fir’aun, seorang raja Mesir di zaman Nabi Musa. Saat bersama Fir’aun, Asiyah tidak dikaruniai seorang anak pun. Fir’aun sangat mencintainya karena kecantikan dan kematangan akhlaknya. Telah berapa banyak cobaan dan tantangan yang harus dihadapinya dengan penuh kesabaran. Bahkan, berbagai kesulitan mampu dirubah menjadi kemudahan, sehingga Asiyah dikenal sebagai rahmat, bagi masyarakat di zaman Fir’aun yang penuh dengan kelicikan dan lalim.

Pada masa yang seperti itulah muncul peristiwa yang akan menentukan sejarah hidup Nabi Musa selanjutnya. Disebutkan dalam sejarah kenabian, ketika Asiyah duduk-duduk di taman yang indah nan luas, dihiasi dengan aliran sungai mempesona. Dia melihat sebuah peti mengambang. Perlahan-lahan peti itu semakin mendekat sehingga Asiyah menyuruh para pembantunya untuk mengambil dan mengeluarkan isi peti tersebut. Ketika dibuka, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi mungil, elok dan rupawan. Maka, muncullah perasaan kasih sayang dalam diri Asiyah. Allah mengaruniakan cinta dan kasih sayang terhadap bayi tersebut melalui Asiyah. Tak pelak lagi, Asiyah memerintahkan agar bayi itu dibawa ke istana dengan bertekad memelihara dan mangasuhnya.

Ketika mendengar berita tersebut, Fir’aun hendak membunuhnya, karena dia melihat mimpi yang selama ini menghantuinya tentang seorang anak yang kelak menghancurkannya. Para dukun dan ahli nujum dihadirkan dari seluruh pelosok negara. Mimpinya pun diceritakan kepada mereka, sehingga ia diperingatkan agar hati-hati dengan kelahiran seorang bayi yang akan menjadi penyebab kehancuran kerajaannya. Akhirnya, semua bayi laki-laki Bani Israel yang lahir diperintahkan agar dibunuh, kecuali bayi yang diasuh Asiyah. Fir’aun pun luluh dengan bujukan Asiyah ketika ia berkata: “Kita tidak mempunyai keturunan anak laki-laki, maka jangan bunuh anak ini. Semoga ada manfaatnya untuk kita atau kita jadikan dia sebagai anak kandung kita”. Fir’aun menyetujui dan menyarankan agar anak itu dididik sedemikian rupa. Asiyah memberi nama Musa terhadap anak tersebut dan mendidiknya hingga dewasa dalam istana Fir’aun. Dan kisah tentang ini tidak asing lagi bagi kita.

Kelak, Asiyah merupakan salah seorang yang mempercayai Musa. Ketika Fir’aun mengetahui hal tersebut, tiba-tiba rasa cintanya berubah menjadi kemarahan dan permusuhan. Asiyah tidak mengindahkannya karena dirinya tahu bahwa kebenaran bersamanya. Dan dia pun tahu bahwa Musa as adalah utusan Allah yang kebenarannya tidak dapat dihalangi oleh tantangan dan ancaman yang datangnnya dari siapa saja. Hingga meninggal dunia, hari-hari akhirnya Asiyah hanya dipenuhi dengan dzikir kepada Allah seraya mengucapkan:

{"Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir`aun dan perbuatannya"}

Allah telah mengabulkan do’anya, bahkan dalam sebuah hadis Nabi saw disebutkan bahwa Asiyah termasuk diantara wanita-wanita yang mulia, diriwayatkan: [“Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khadijah, Fatimah, Maryam puteri Imron dan Asiyah istri Fir’aun”].

Kisah Siti Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti khuwailid, adalah nama yang sudah tidak asing lagi….

Beliau di juluki Ath-thohirah, yang berarti bersih dan suci. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Setelah bercerai dengan suami yang pertama, banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan Beliau untuk dijadikan istri, tetapi, Khadijah lebih memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang kemudian dari hasil usaha yang di kelolanya, Beliau menjadi seorang yang kaya. Kepandaian dan kejelian Beliau, kemudian Beliau menawarkan Muhammad yang pada saat itu belumlah diangkat menjadi Nabi, untuk menjual dagangannya. Kejujuran dan sikap profesional yang di miliki Muhammad dalam berdagang, membuat kekayaan Khadijah semakin bertambah banyak.

Khadijah memiliki wajah yang cantik, berasal dari keturunan yang terhormat, memiliki martabat karena kepandaian dan kecerdasaanya, dan ia juga adalah wanita yang kaya raya. Maka tidaklah mengherankan dengan kondisi yang demikian itu semakin banyak para pemuka Quraisy yang terhormat dan kaya raya ingin menjadikan Khadijah sebagai istri. Singkat cerita, semua tawaran tersebut ditolak oleh khadijah, karena hatinya telah tertambat pada pribadi yang terpercaya, jujur, profesional dalam bekerja, dan memiliki akhlaq yang mulia, ia adalah Muhammad. Dan Allah mentakdirkan mereka untuk menikah, walaupun pada waktu itu, umur Khadijah yang telah sampai di usia 40 Tahun kecantikannya tetap mempesona Muhammad yang berumur 25 tahun.

Keutamaan Khadijah diriwayatkan sebagaimana sabda Rasulullah saw ;

“Tidaklah Allah mengganti untukku (istri) yang lebih baik darinya (khadijah). Dia beriman kepadaku saat orang-orang kufur. Dia mempercayaiku saat orang-orang mendustaiku. Dia memberikan hartanya kepadaku saat orang-orang mengharamkan harta untukku. Dan dia memberikan aku anak saat Allah tidak memberikan anak dari istri-istriku yang lain”.

Khadijah adalah sosok wanita pilihan yang Allah amanahkan untuk mendampingi Muhammad dalam menjalani tugasnya sebagai Rasul Allah.

Salah satu hikmah yang bisa kita petik dari kisah hidup khadijah, adalah keuletannya, kesungguhannya, kecerdasan dan ketelitiannya dalam menjalankan usaha perdagangan. Tetapi, semua usahanya itu tidaklah ia jadikan semata-mata untuk kesenangan yang bersifat keduniawian semata. Sebagaimana sabda Rasulullah, Khadijah dengan rela memberikan hartanya untuk kepentingan dakwah Rasulullah. Dan hal itu, Beliau lakukan sampai ajal menjemputnya.

Apa yang dilakukan oleh khadijah sangat berkaitan erat dengan makna zakat.

Zakat….hanya diwajibkan bagi mereka yang memiliki kelebihan harta yang telah memenuhi syarat dan perhitungan yang telah ditetapkan. Artinya, agar jika seseorang ingin ber-zakat, maka ia harus berusaha. Dan dari apa yang Allah berikan atas hasil usahanya itulah yang wajib ia keluarkan zakatnya. Dan bagi seorang istri yang tidak bekerja, maka ia dapat berzakat apabila ia mendapatkan nafkah yang khusus diberikan oleh suaminya…

Dengan demikian, bekerja…adalah termasuk dalam ibadah yang juga bernilai pahala di sisi Allah. Islam tidak menghalangi kaum wanita untuk produktif dalam mencari karunia Allah di dunia ini dengan bekerja, bahkan Islam menganjurkan agar kaum wanita tidak kalah produktifnya dengan kaum pria.

Dan Allah memberikan pilihan bagi kaum wanita, apakah ia mau memilih sebagai pekerja, wanita karier, pengusaha, atau sebagai ibu rumah tangga.. Semua itu sama baiknya.

Selama ia menjaga kehormatannya, harga dirinya, dan taat pada aturan yang Allah tetapkan. Apapun pilihannya, Insya Allah akan bernilai pahala.

Dalam kisah Siti Khadijah, Allah telah mengabadikan teladan bagi kaum wanita…,

Khadijah, adalah wanita yang cerdas, ibu rumah tangga yang amanah, pendidik bagi anak-anaknya, pengusaha yang sukses, Istri seorang Nabi dan Rasul, dan pejuang di jalan Allah….

Dan tidaklah mungkin Allah jadikan khadijah sebagai teladan jika tidak mungkin untuk di teladani, karena pada dasarnya, kaum wanita…adalah kaum yang mampu melakukan semua itu…

Wallahu’alam..

Kisah Fatimah binti Rasulullah

Fatimah binti Muhammad SAW

Fatimah adalah “ibu dari ayahnya.” Dia adalah puteri yang
mulia dari dua pihak, yaitu puteri pemimpin para makhluq Rasulullah
SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim.
Dia juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan nasab.

Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi’ dan
Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kul-tsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau
bersabda :”Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” [Ibnul
Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]

Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil’aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata :”Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya ber- kata :”Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.” ["Siyar A'laamin Nubala', juz 2, halaman 88]

Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Datang Fatimah kepada
Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya :
“Ucapkanlah :”Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkau-lah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawah-
Mu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan.” (HR. Tirmidzi)

Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa
ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin.
Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW,
Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanydengan air, sehingga darah semakin banyak yangk keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar.” (HR. Syaikha dan Tirmidzi) Dalam kancah pertarungan yang dialami ut kita, tampaklah peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini.

Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra’, puteri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman-tikaman tombak dan pukulan- pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit. Inilah gambaran
lain dari pute sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepadada para pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat dipenuhi.

Ali r.a. berkata :”Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari. Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu.” Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), belmengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi. Fatimah menggunakan alat penggiling gandum
itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra’, ibu kedua cucu Rasulullah SAW :Al-Hasan dan Al-Husein.

Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, “ibu ayahnya, Muhammad”, Al- Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra’ (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi
keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah’ r.a. dia berkata :

“Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata :”Selamat datang, puteriku.” Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW ber- bisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata kepada Fatimah :Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!” Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya :”Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?” Fatimah menjawab :”Aku tidak akan menyiarkan rahasia Rasul
Allah SAW.” Aisyah berkata :”Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya :”Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?” Fatimah pun menjawab :”Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa
bacaannya terhadap Al Qur’an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memerika bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahului- mu.” Fatimah berkata :”Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata :”Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu’min atau ummat ini ?” Fatimah berkata :”Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat.”

Inilah dia, Fatimah Az-Zahra’. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingg berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingg berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia ber-kata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim :”Bantulah pekerjaan
puteri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia kan mencupimu bekerja di dalam rumah :yaitu membuat adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum.”

Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, “Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya.” Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya :”Apa
sebabnya engkau datang, wahai anakku ?” Fatimah menjawab :”Aku datang untuk memberi salam kepadamu.” Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya : “Apakah keperluanmu ?” Fatimah diam.

Ali r.a. lalu berkata :”Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya.”

Kemudian Nabi SAW bersabda :”Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka.”

Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menuti kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda :”Tetaplah di tempat
tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta dariku ?” Keduanya menjawab :”Iya.” Nabi SAW bersabda: “Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucap- kan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah
33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali.”

Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan :”Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali.”

Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata :
“Aduh, susahnya Ayah !” Nabi SAW menjawab :”Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari ini.” Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata :”Wahai, Ayah, dia telah memenuhi panggilang Tuhannya. Wahai, Ayah, di surfa Firdaus tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya.”

Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata :”Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah.”Fatimah pernah mengeluh kepada Asma’ binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata :”Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?” Asma’ menjawab :”Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan.” Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda itu, maka dia berkata :”Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian.” [Imam Adz-Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala'. Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said ...dari Ummi Ja'far]

Ibnu Abdil Barr berkata :”Fatimah adalah orang pertama yang
dimasukkan ke keranda pada masa Islam.” Dia dimandikan oleh Ali dan Asma’, sedang Asma’ tidak mengizinkan seorang pun masuk. Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata :

Setiap dua teman bertemu tentu
akan berpisah
dan semua yang di luar kematian
adalah sedikit kehilangan satu demi satu
adalah bukti bahwa teman itu
tidak kekal

Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran,
mata dan hati. Dia adalah ‘ibu dari ayahnya’, orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fatimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air
dan membasuh mukanya.

Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut
menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan-akan
kulihat Az-Zahra’ a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya
dengan cinta dan kasih sayang. Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra’,
puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika
keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu
Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu’minin r.a. dan mengangkut
air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi
makan kaum Mu’minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.

Semoga kita semua, kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia
tersebut. Amiin yaa Robbal’aalamiin.

Wallahu a’lam bishowab.